MASALAH ALARM PENCEGAH TSUNAMI
Ratusan orang Indonesia tewas oleh gelombang tsunami karena
peringatan dini tidak sampai ke warga.
Ratusan nyawa melayang gara-gara tsunami yang tinggi gelombangnya bisa
sampai delapan meter, sedangkan 25 ribu rumah hancur.
"Kini pada para ilmuwan lokal (Indonesia) mempertanyakan sistem alarm
tsunami yang dibangun Jerman di kawasan itu," kupas der Spiegel.
Berlin membenamkan dana 62,2 juta dolar AS (Rp553 miliar) untuk
membangun sistem peringatan dini tsunami segera setelah gelombang
dahsyat tsunami menewaskan 210 ribu orang di Asia Tenggara pada 2004.
Namun Senin pekan lalu, pelampung-pelampung peringatan dini yang
memberi isyarat bakal ada gelombang mendekat itu tetap tidak bereaksi,
demikian seorang pakar oseanografi Indonesia seperti dikutip BBC.
Alat bernilai 300 ribu euro itu dilaporkan tak berfungsi, sementara
warga Mentawai menyebut sirene peringatan tsunami tak berbunyi, dan
gelombang tsunami datang amat mengejutkan.
Kritik itu mungkin keliru, setidaknya sejumlah dokumen pihak otoritas
Indonesia menunjukkan justru manusialah yang menjadi penyebabnya,
lapor Spiegel Online.
Menurut data itu, sistem peringatan dini tsunami berfungsi baik. Pada
9.47 malam, hanya lima menit setelah alat pencatat gempa menyebutkan
ada gempa, sistem peringatan dini yang berbasis di Jakarta itu
mengirimkan peringatan bahaya tsunami.
Masalahnya, peringatan itu keluar 39 menit setelah gempa, atau hanya
beberapa saat setelah gelombang tsunami menghantam Kepulauan Mentawai.
"Gelombang itu hanya setinggi 23 centimeter di dekat kota Padang,"
kata Jorn Latuerjung dari Pusat Penelitian Geosains Jerman (GFZ) di
Postdam, dekat Berlin.
Sensor gempa dan sistem peringatan dini dipasang selama lima tahun
terakhir di Indonesia di bawah tanggung jawab ilmuwan Jerman ini.
Sistem peringatan ini tidak begitu efektif karena episentrum gempa
terlalu dekat ke pantai. Tsunami menerjang Mentawai hanya beberapa
menit setelah menyentuh pelampung peringatan dini.
"Peringatan tidak bisa dikomunikasikan secepat itu," kata Peter
Koltermann, staf pada divisi tsunami di kantor UNESCO.
Tapi, mengapa sirene tanda bahaya tersebut tidak berbunyi semalaman
itu?
Penduduk setempat yang menggantungkan diri pada peringatan dini itu --
biasa disebut "kilometer terakhir" -- menilai alat itu ditempatkan di
titik lemah.
Para teknisi Jerman telah berupaya keras memitigasi masalah-masalah
kilometer terakhir ini di sepanjang tiga wilayah pantai. Mereka
mengeluhkan ada kesenjangan standard pemasangan alat antara teknisi
Indonesia dengan teknisi Jerman.
Misalnya, kabel-kabel malah direntangkan diantara pohon-pohon kelapa,
bukan ditanam di tanah seperti diinstruksikan buka manualnya.
Harald Spahn dari GTZ, mengungkapkan dibutuhkan waktu tahunan untuk
membuat sistem peringatan dini ini berfungsi lagi di seluruh daerah.
Tetap saja para ahli dinilai gagal karena tsunami datang begitu
mengejutkan warga, apalagi gempa sudah terlebih dahulu mengguncang
pantai di mana mereka tinggal.
"Mungkin pelatihan tsunami lebih maju diperlukan untuk membuat warga
tahu sekali bahaya (tsunami)," kata Koltermann.
Warga Mentawai mengaku tidak menyadari ada gempa karena saat itu hujan
lebat turun. Namun saat gelombang tsunami pertama tiba, banyak orang
yang berhasil mencapai tempat lebih tinggi.
Seorang pakar dari PBB menegaskan bahwa setidaknya ada satu pelampung
peringatan dekat situs bencana yang rusak, tapi itu sudah diketahui
lama.
Kebanyakan pelampung peringatan tsunami di Samudera Hindia sudah tidak
laik pakai. Salah satu pelampung buatan Jerman rusak karena ditumbuhi
ganggang laut, sedangkan yang lainnya pecah dilabrak kapal penangkap
ikan.
Suatu waktu, lima dari enam pelampung peringatan tsunami ini hilang
dicuri perampok. Mereka mempereteli alat ini sebelum kemudian dijual
ke pasar.
Sebenarnya pelampung peringatan tsunami ini tidak begitu penting,
karena hanya untuk mencek cuaca bawah laut setelah terjadi gempa yang
dapat memicu tsunami.
Tapi setelah guncangan gempa dahsyat seperti terjadi Senin pekan lalu,
alarm otomatis selalu berbunyi. "Dalam kasus seperti ini, Anda tak
perlu data pelampung," kata Koltermann.
Yang menjadi soal, warga perlu tahu bahwa ada gempa kuat di dasar
samudera, dan tetap tak bisa dijelaskan mengapa warga Mentawai tak
memperoleh data ini Senin itu.
Para pakar gempa memperingatkan bahaya tsunami berikutnya.
Penelitian-penelitian yang ditempuh pakar gempa Kerry Sieh pada
Obervatorium Bumi di Singapura menunjukkan bahwa gempa di tepi barat
pulau Sumatera itu menciptakan efek domino (reaksi berantai).
Satu gempa akan memicu gempa lainnya. Sieh mengatakan gempa yang lebih
kuat dari gempa Senin lalu akan terjadi lagi segera.
Para ilmuwan yakin bahwa wilayah dekat Pulau Siberut, Sumatera,
terancam terkena gempa besar berkekuatan 8,8 Skala Richter, yang akan
memicu tsunami amat dahsyat.
28 November 2010
MASALAH ALARM PENCEGAH TSUNAMI
Diposting oleh the last of the king di 1:16 PM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar